Dalam 1-2 dekade ke depan, Indonesia diprediksi maju pesat dalam arus permodalan terutama bidang industri, jasa dan perdagangan. Arus modal negara maju mulai bergerak ke wilayah-wilayah negara berkembang. Arus modal yang besar ini menuntut kesiapan generasi muda yang matang dan cerdas, agar dapat bersaing secara kompetitif, menggarap arus permodalan tanpa menghilangkan jati diri serta kemandirian sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
30 – 40 juta warga negara yang menyandang identitas Nahdiyyin ini bukan garapan kecil. Ini merupakan warga mayoritas dengan taraf kehidupan menengah ke bawah. Garis taraf mesti dilentingkan, juga kita lenturkan agar dapat bergerak leluasa menuju kemandirian jamiyyah dan kemakmuran jamaah. Prasyarat menuju kemakmuran dan kemandirian yang kuat itu, terletak pada kekuatan sumber daya manusia dalam mengelola jamiyyah.
Harapan menjadikan IPNU sebagai sistem kaderisasi matang guna menyiapkan Indonesia mendatang merupakan peran kita semua. Pada saat yang sama, IPNU perlu bekerja keras membangun kadernya. Guna menghadapi persoalan kemandirian di tubuh NU. Warga NU, umumnya petani kadang tidak berdaya di banyak sektor, sehingga kurang mampu menopang kemandirian jamaah. Disisi ini, NU jelas dihadapkan pada pilihan-pilihan pragmatis untuk bertahan pada kemandirian yang substansial.
Bertahan dan mengandalkan institusi formal dalam membangun dunia pendidikan kita, sama dengan berpangku tangan mengharap kesejahteraan dan kemakmuran. Tidak ada analogi lagi untuk menggambarkan betapa sistem yang dibangun tidak dapat diandalkan sama sekali untuk membangun kemandirian dunia pendidikan kita. Maka IPNU masih menjadi alternatif dan jembatan pembangunan yang paling penting bagi pelajar NU. IPNU tidak berpotensi mengambil bagian dalam kebijakan pendanaan anggaran pendidikan, tapi IPNU harus memastikan bahwa anggaran pendidikan sampai ke tangan yang berhak, agar jaminan mutu pendidikan di Indonesia dapat berlangsung tanpa ketimpangan yang berarti.
Oleh karena itu, satu hal terpenting untuk dijadikan pegangan dalam pengelolaan organisasi di setiap tingkatan adalah kemapanan “sistem”. Salah satunya sistem di IPNU sebagai organisasi kader. IPNU bukan tanpa peran dalam kontekk kemajuan ke depan. IPNU bisa menjadi pilar yang menjadi jembatan penting bagi kemajuan dan pembangunan.
Paradigma Sempit
Tidak sedikit dari pengurus maupun anggota organisasi kita yang terjebak pada paradigma sempit bahwa organisasi ini tercipta untuk melahirkan tokoh atau semacam pejabat politik. Seolah proses ini menjadi puncak keberhasilan dari proses kaderisasi yang mereka jalani. Pandangan sempit ini hendaknya mendapat kritik keras, mengingat konteks yang substansial tidak menghendaki IPNU menjadi organisasi yang demikian. Jika paradigma ini terus berkembang ke arah demikian, organisasi benar-benar tumpul dan tidak akan mampu memberikan sumbangan brilian bagi kemajuan bangsa.
Sebelum berikhtiar memperbaiki dan mencintai organisasi dalam wujud supporting system kepengurusan atau pelaksana program. Hendaknya perlu ditilik sejauh mana peran evaluator dalam memandang IPNU sebagai organisasi. Sudahkah evaluator memerankan peran sebagai pengkritik agar organisasi tidak terjebak dalam sistem lama di atas, atau bahkan memandang organisasi dari kacamata kuda yang sempit, linier dan parsial.
Hasilnya IPNU akan bergerak bagai kuda, yang tergantung nahkodanya. Apakah IPNU tetap dalam rel kaderisasi atau berkembang menjadi organisasi perahan yang tidak mampu menelorkan ide dan gagasan brilian untuk membangun wadah yang kuat bagi jamiyyah dan jamaah. Jawabannya tergantung kader dan anggota, ke mana IPNU harus bergerak?
Evaluasi Input
Sejauh ini, harapan dan capaian yang kita inginkan cukup besar, dalam berbagai ranah/bidang garapan. Tidak sedikit energi IPNU tersebar dalam berbagai ide kreatif, yang tidak membentuk satu sistem yang mapan. Pada proses input ini, IPNU tidak lagi relevan menjadi organisasi yang tidak open mind terhadap perkembangan di luar.
Jika ditilik faktanya saat ini, basis kemandirian IPNU di level ranting, anak cabang dan cabang hampir dipastikan tidak ada yang bergerak dengan arus modal. Semua instrument dikembangkan dengan ketulusan dan keikhlasan. Tidak berwujud dalam sebuah sistem yang mapan. Memang instrument mapan itu tidak perlu dikembangkan pada level ranting, cukup pada level cabang. Akan tetapi, kemandirian itu mutlak diperlukan, guna menjamin IPNU memiliki kader dengan kualitas mental dan kemandirian yang tinggi.
Warga Nahdiyin jelas akan mendukung setiap sistem yang dikembangkan. Dengan syarat, IPNU perlu inovatif mengumpulkan donasi untuk kepentingan kaderisasi dan pengembangan bakat siswa yang kurang berada. IPNU akan dilirik jika mampu memberikan beasiswa PANTAS pada setiap jenjang pendidikan. IPNU wajib memberikan dorongan pada siswa berprestasi dari sekolah ma’arif untuk melanjutkan studi.
Evaluasi Proses
Beberapa proses yang dijalani IPNU sebagai organisasi kolektif, ternyata melahirkan tokoh yang tidak kolektif. Pada proses zigoting leadership, kepemimpinan lebih lahir dari proses garis keturunan kyai dan keluarga pesantren yang lain. Padahal kepemimpinan kolektif hendaknya melahirkan kepemimpinan dari sebuah sistem, yang dibangun atas dasar kesepahaman dan kesepakatan kuat antar anggota.
Situasi semacam ini menunjukkan bahwa proses kaderisasi untuk melahirkan kepemimpinan didominasi oleh wacana dan gagasan lama. Maka karakter yang lemah justru terletak pada kemampuan organisasi sendiri melahirkan kepemimpinan kolektif, yang lahir dari sistem kaderisasi, agar kepemimpinan di level IPNU teruji untuk mengisi pos-pos strategis NU dan banom lainnya.
Evaluasi Output
Ukuran terakhir dari input dan proses adalah output. Ini merupakan ukuran yang terlihat. Dengan kuantitas jamaah terbesar di Indonesia, maka NU membutuhkan jumlah doktor yang setara untuk memastikan SDM yang berkualitas tersedia, sebagai ukuran riil tentang kualitas SDM.
IPNU dalam konteks ini tidak bisa lepas, selain menyiapkan kadernya menuju pada jenjang pendidikan-pendidikan yang lebih tinggi. Baik formal maupun non-formal. Semuanya perlu dipersiapkan dengan instrument yang baik. Jika diperlukan IPNU mempersiapkan sistem sendiri dengan kemandirian total, agar gagasan dan ide-ide brilian dapat dikembangkan tanpa menunggu sentuhan dari pemerintah.
IPNU sebagai Sistem
Sebagai sebuah sistem, IPNU perlu membuat standar mutu kaderisasi. Standar mutu yang paling baik dapat terukur dan teridentifikasi keberhasilannya, serta mudah dievaluasi.
Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) pada jenjang kaderisasi formal, selain nilai-nilai universal yang sudah diterjemahkan dalam AD/ART, keberhasilan MAPABA juga diukur dari instrument keberhasilan di sekolah seperti: Prestasi mampu menjadi ketua OSIS, ketua Kerohanian sekolah, Pengurus Masjid Sekolah/Kampus, Peserta Lomba/Tingkat Kabupaten.
Demikian juga, output dari peserta latihan kader muda (Lakmud), kader Lakmud sudah mampu menjadi pembicara seminar tingkat kabupaten, pemimpin aksi pelajar sadar membaca, ketua dewan ambalan dan segudang peran lainnya.
Demikian juga kader Lakut, harus sudah menyiapkan diri memilih Universitas Unggulan pilihannya, juga sudah matang membina network dan jaringan untuk persiapan menuju dunia perguruan tinggi. Mampu mengorganisir dan membina jaringan kyai dan pesantren di tingkat lokal dan juga nasional. Puncaknya harus mempersiapkan diri menuju Universitas dan menjadi bagian dari pergerakan mahasiswa di Universitas.
Jika ketiga sistem di atas berhasil dikembangkan, tidak mustahil IPNU akan membawa perubahan besar bagi NU dan Indonesia. IPNU menjadi generasi paling depan, yang siap menyamput arus modal, dan juga industrialisasi di Indonesia 2030 mendatang. IPNU akan menjadi pemain di segala lini, tanpa gagap dan selalu memutuskan yang terbaik untuk jamiyyah dan warga NU sebagai landasan perjuangannya. IPNU akan menjadi sentrum kemajuan dan instrument pembangunan bangsa yang tangguh, yang mandiri dan bersikap moderat, yang keberadaannya benar-benar menjadi rahmat bagi alam semesta. Memastikan sistem input yang demikian adalah tanggungjawab IPNU.
Sebagai sebuah sistem IPNU harus bekerja “base on system” bukan skill individu, bukan pula trah garis keturunan. IPNU harus menjadi lahan garapan yang subur bagi tumbuhkembangnya kader, bukan justru menjadi penghambat kader dalam penggalian potensi. Hal ini bisa dimulai jika IPNU mampu mengidentifikasi kerusakan sistem yang bekerja pada dirinya saat ini. Selanjutnya menyusu instrument organisasi yang kuat agar menjadi sistem yang mempu menghasilkan kader yang berkualitas. Selamat berjuang menggarap kader menuju kemandirian.
Penulis : Ahmad Munir Chobirun (Sekretaris Jaringan Sekolah Pimpinan Pusat IPNU)