Secara umum, tradisi Megengan ini merupakan pengamalan terhadap anjuran Nabi Muhammad SAW untuk bersedekah makanan kepada orang lain. Misalnya anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak kuah ketika membuat makanan agar dapat diberikan kepada tetangga sekitar. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadits Nabi
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
“Dari Abi Dzarr RA ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya, dan bagi-bagikanlah kepada tetanggamu.” (Shahih Muslim, 4785)
Hadits tersebut berisi anjuran untuk bersedekah dengan sesuatu yang sederhana dan disenangi oleh tetangga. Masalah sedekah itu bisa berwujud kuah, bubur, nasi kuning atau apem seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat pada sehari menjelang Ramadhan. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Makkah dan Madinah bersedekah roti, laban, atau 'ashir (sari buah) pada musim haji secara tetap setiap tahun.
Perbuatan ini juga merupakan kebiasaan ulama' salaf dari kalangan tabi'in. Mereka senantiasa memberikan hadiah (berupa makanan atau lainnya) kepada sahabatnya, walaupun orang yang diberi itu bukanlah orang yang serba kekurangan.
قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ الشَّعْرَاوِي: كَانَ التَّابِعُوْنَ يُرْسِلُوْنَ الْهَدِيَّةَ لِأَخِيْهِمْ وَيَقُوْلُوْنَ نَعْلَمُ غِنَاكَ عَنْ مِثْلِ هَذَا وَإِنَّمَا أَرْسَلْنَا ذَلِكَ لِتَعْلَمَ أَنَّكَ مِنَّا عَلَى بَالٍ
“Syaikh kami al-Arif al-Sya’rawi menyatakan bahwa para tabi’in memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada saudara-saudaranya. Mereka berkata, “Kami tahu bahwa engkau tidak membutuhkan benda yang kami berikan ini. tapi kami memberikannya kepadamu agar kamu tahu bahwa kami masih peduli dan menganggapmu sebagai sahabat.” (Faidh al-Qadir, juz III, hal 272)
Oleh karena itulah, para ulama selalu mengajarkan untuk memperbanyak sedekah sepanjang waktu, khususnya pada waktu-waktu yang penting. Imam al-Nawawi menjelaskan:
وَقَالَ أَصْحَابُنَا : يُسْتَحَبُ الاِكْثَارُ مِنَ الصَّدَقَةِ عِنْدَ الاُمُوْرِ الْمُهِمَّةِ
Para ulama syafiiyyah berkata, "Disunnahkan untuk memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan- urusan yang penting" (Al-Majmu' Syarh al- Muhadzdzab, juz VI hal 233)
Termasuk di dalamnya adalah memperbanyak sedekah pada bulan Sya'ban, karena bulan ini adalah bulan persiapan untuk menghadapi bulan Ramadhan, dimana semua amaliah yang diperintahkan pada bulan Ramadhan juga dianjurkan pada bulan Sya'ban. Al-Hafidz Ibn Rajab al-Hanbali berkata:
وَلَمَّا كَانَ شَعْبَانُ كَالْمُقَدِّمَةِ لِرَمَضَانَ شُرِعَ فِيهِ مَا يُشْرَعُ فِيْ رَمَضَانَ مِنَ الصِّيَامِ وَقِرَأَةُ الْقُرأَنِ لِيَحْصُلَ تَأَهَّبُ لِتَلَقِي رَمَضَانَ وَتَرْتَاضَ النَّفُوْسُ بِذٰلِكَ عَلىٰ طَاعةِ الرَّحْمٰنِ.رَوَيْنَا بِإسْنَادِ ضَعِيْفِ عَنْ اَنَاسٍ قَالَ:كَانَ المُسْلِمُوُنَ إِدَا دَخَلَ شَعْبَانُ اِنْكَبُّوْا عَلٰى الْمَصَاحِفِ فَقَرَؤُوهَا وَأَخْرَجُوا زَكَاةَ اَمْوَالِهِمْ تَقْوِيَةً لِلضَّعِيفِ وَالْمِسْكِينِ عَلٰى صِيَامِ رَمَضَانَ
Karena Sya'ban itu merupakan persiapan menghadapi bulan Ramadhan, maka semua amaliah yang dikerjakan pada bulan Ramadhan juga dianjurkan untuk diamalkan pada bulan Sya'ban, seperti puasa dan membaca al- Qur’an. Tujuarmya adalah agar jiwa benar-benar siap untuk menghadapi bulan Ramadhan (Lathaif al-Ma’arif 258).
Oleh : KH. Muhyiddin Abdusshomad
Sumber : sarkub.com